Di zaman sekarang, kendaraan bukan cuma alat transportasi. Ia juga jadi sumber data yang penting banget, entah buat efisiensi operasional, keselamatan di jalan, sampai analisis perilaku pengemudi. Salah satu teknologi yang memfasilitasi hal ini adalah telematics box. Perangkat kecil ini diam-diam bekerja mengumpulkan informasi setiap kali kendaraan digunakan.
Nah, mungkin Anda pernah dengar istilah ini tapi belum begitu paham apa fungsinya, cara kerjanya, atau seperti apa aturannya di Indonesia. Artikel ini akan membantu Anda mengenal lebih dalam tentang apa itu telematics box.
Daftar isi
Apa itu Telematics Box?

Telematics box adalah perangkat elektronik yang dipasang di kendaraan untuk melacak dan mengirimkan data kendaraan secara otomatis. Data yang dikirim bisa bermacam-macam, mulai dari lokasi GPS, kecepatan kendaraan, hingga perilaku pengemudi.
Biasanya, perangkat ini ditanam di bagian tersembunyi kendaraan, lalu diam-diam mengumpulkan informasi dan mengirimkannya ke sistem cloud melalui jaringan seluler. Tujuannya adalah untuk memberikan pemilik atau pengelola armada wawasan yang lebih akurat tentang kendaraan mereka.
Perangkat ini juga punya banyak sebutan lain seperti black box kendaraan, On Board Unit (OBU), atau unit telematika.
Cara Kerja

Telematics box bekerja dengan menggabungkan teknologi GPS tracker, sensor kendaraan, dan konektivitas seluler, seperti GSM, WCDMA, atau LTE. Data dari kendaraan akan dikirim secara berkala ke server pusat yang dikelola oleh perusahaan fleet management, asuransi, atau pemilik kendaraan itu sendiri.
Komponen utamanya meliputi:
- Modul GPS untuk melacak lokasi kendaraan secara real-time
- Modul seluler (GSM, WCDMA, atau LTE) untuk mengirim data ke server
- Sensor akselerasi dan giroskop untuk mendeteksi gerakan ekstrem seperti rem mendadak atau benturan
- Antarmuka OBD-II atau CAN bus untuk membaca data mesin
- Penyimpanan internal, kalau sinyal seluler sedang tidak tersedia
Manfaat
Manfaat alat ini bisa dirasakan oleh banyak pihak, baik pengguna individu maupun pelaku usaha. Beberapa di antaranya:
- Melacak lokasi kendaraan
Perusahaan bisa tahu posisi armadanya secara langsung. Buat industri logistik, ini sangat penting untuk menjamin pengiriman tepat waktu. - Analisis perilaku pengemudi
Perusahaan bisa tahu siapa saja pengemudi yang sering ngebut atau rem mendadak. Ini bisa jadi bahan evaluasi, bahkan dasar untuk memberikan insentif atau pelatihan ulang. - Efisiensi bahan Bakar
Dari data rute dan gaya berkendara, perusahaan bisa mengatur strategi agar kendaraan tidak boros BBM. - Mempermudah klaim asuransi
Kalau terjadi kecelakaan, data dari perangkat ini bisa jadi bukti kuat untuk mendukung klaim. Bahkan beberapa perusahaan asuransi kini memberikan premi lebih murah bagi kendaraan yang menggunakan perangkat ini. - Mendeteksi kerusakan sejak dini
Perangkat ini bisa membaca tanda-tanda awal kerusakan mesin. Jadi, pemilik bisa melakukan servis sebelum masalahnya semakin besar.
Regulasi di Indonesia

Karena perangkat ini menggunakan jaringan seluler untuk transmisi datanya, maka penggunaannya di Indonesia tidak bisa sembarangan. Ada sejumlah regulasi yang wajib dipatuhi, mencakup:
- Keputusan Menteri Komunikasi dan Digital (KEPMEN KOMDIGI) Nomor 352 Tahun 2024 untuk fitur LTE.
- Keputusan Menteri Komunikasi dan Digital (KEPMEN KOMDIGI) Nomor 45 Tahun 2025 untuk fitur GSM dan WCDMA.
Berikut adalah rincian standar teknis yang berlaku untuk masing-masing teknologi jaringan tersebut.
Persyaratan umum
- Nomor IMEI: Setiap perangkat seluler, termasuk alat ini, harus memiliki nomor identitas unik yang disebut IMEI (International Mobile Station Equipment Identity). Nomor ini berfungsi seperti “nomor KTP” untuk perangkat.
- Batas paparan radiasi (specific absorption rate / SAR): Produsen harus membuktikan bahwa perangkat sudah diuji dan aman dari paparan radiasi elektromagnetik sesuai standar internasional, misalnya rekomendasi ICNIRP. Selain itu, produsen harus memberikan panduan aman menggunakan perangkat di tempat-tempat berisiko seperti pesawat terbang, kendaraan yang bergerak, atau area bahan mudah terbakar.
- Kesesuaian elektromagnetik (EMC): Perangkat ini harus diuji agar tidak mengganggu perangkat lain (emisi) dan tahan terhadap gangguan dari luar (kekebalan). Klasifikasi perangkat akan dibedakan berdasarkan sumber dayanya. yaitu untuk berkendara, jika perangkat memakai charger mobil dan portabel/bergerak, jika menggunakan baterai internal. Pengujian emisi dan ketahanan ini dilakukan dengan mengikuti standar yang berlaku, yakni SNI ISO CISPR 32 dan IEC/ISO CISPR 35.
- Keselamatan listrik: Pengujian keselamatan listrik juga wajib dilakukan agar perangkat aman digunakan dan tidak berbahaya. Parameter yang diuji adalah tegangan berlebih (over voltage) dan arus bocor (leakage current). Standar pengujian yang digunakan adalah IEC 60950-1 atau IEC 62368-1.
Persyaratan teknis
GSM
| Parameter | GSM | |
| 900 MHz | 1800 MHz | |
| Transmitter | 800 – 915 MHz | 1710 – 1785 MHz |
| Receiver | 925 – 960 MHz | 1805 – 1880 MHz |
| Spasi kanal | 200 kHz | 200 kHz |
| Jumlah kanal (n) | 0 < n < 124 dan 975 < n < 1023 | 525 < n < 885 |
| Stabilitas frekuensi | ≤ 0.05 ppm | ≤ 0.05 ppm |
| Emisi spurious | < 600 kHz: -36 dBm ≥ 600 kHz & < 1800 kHz = -56 dBm ≥ 1800 kHz = -51 dBm | Sama seperti GSM 900 MHz |
| Kelas daya (power class) | Class 1: 8 Watt = (39 ± 2) dBm Class 2: 5 Watt = (37 ± 2) dBm Class 3: 2 Watt = (33 ± 2) dBm Class 4: 0.8 Watt = (29 ± 2) dBm | Class 1: 1 Watt = (30 ± 2) dBm Class 2: 0.25 Watt = (24 ± 2) dBm Class 3: 2 Watt = (33 ± 2) dBm |
| Sensitivitas RF | -102 dBm | -102 dBm |
| Bit error rate | Maksimum 2% (untuk 100.000 bit) | Maksimum 2% (untuk 100.000 bit) |
WCDMA
| Parameter | WCDMA | |
| Band I | Band VIII | |
| Pita frekuensi | 1920 – 1980 MHz | 880 – 915 MHz |
| Receiver (downlink) | 2110 – 2170 MHz | 925 – 960 MHz |
| Chanelling (UARFCN) | Uplink: 9612 – 9888 Downlink: 10562 – 10838 UARFCN dihitung dari frekuensi carrier sesuai rumus standar (FUL dan FDL offset) | |
| Power maksimum (multicode DPCH) | Band I: Class 1: 33 dBm (±1/–3 dB) Class 2: 27 dBm Class 3: 24 dBm Class 4: 21 dBm | – |
| Frekuensi eror | ± 0.01 ppm Diukur dengan perbandingan frekuensi SS terhadap BS dalam interval 3904 chip (< 25 µs) | |
| Occupied Bandwidth (OBW) | OBW < 5 MHz Diukur pada 99% total power WCDMA, bandwidth nominal 5 MHz | |
| Adjacent Channel Leakage (ACLR) | Class 3 & 4: ±5 MHz → limit 33 dBm ±10 MHz → limit 43 dBm | |
| Emisi spurious | 9 kHz ≤ f < 150 kHz: –36 dBm (BW 1 kHz) 150 kHz ≤ f < 30 MHz: –36 dBm (BW 10 kHz) 30 MHz ≤ f < 1 GHz: –36 dBm (BW 100 kHz) 1 GHz ≤ f < 12.75 GHz: –30 dBm (BW 1 MHz) | |
| Sensitivitas (receiver) | Band I: DPCH_Ec < –117 dBm/3.84 MHz BER ≤ 0.001% | – |
LTE
| Parameter | Nilai/Keterangan |
| Pita frekuensi | Uplink (SS → BS): 450 – 457,5 MHz Downlink (SS ← BS): 460 – 467,5 MHz |
| Channel bandwidth | 1,4 MHz, 3,0 MHz, 5,0 MHz |
| Output power maksimum | 23 dBm ± 2 dB |
| Output power minimum | Tidak boleh melebihi –40 dBm |
| Frekuensi eror | ± 0,1 ppm (dalam 0,5 ms / satu time slot) |
| Error Vector Magnitude (EVM) | QPSK/BPSK: Max 17,5% 16QAM: Max 12,5% |
| Occupied Bandwidth (OBW) | OBW harus < channel bandwidth (99% total transmit power) |
| Spectrum emission mask | Batas Emisi (dBm): ±0–1 MHz: –10 / –13 / –15 ±1–2.5 MHz: –10 ±2.5–2.8 MHz: –25 ±2.8–5 MHz: –10 ±5–6 MHz: –25 ±6–10 MHz: –25 |
| Bandwidth pengukuran | 30 kHz (untuk ±0–1 MHz), selebihnya 1 MHz |
| ACLR (Adjacent Channel Leakage) | E-UTRA ACLR ≥ 30 dB untuk BW 1,4 / 3 / 5 MHz Offset channel: ±1.4 / ±3 / ±5 MHz |
| Emisi spurious | Batas AfooB: 1,4 MHz: 2,8 MHz 3 MHz: 6 MHz 5 MHz: 10 MHz |
| Syarat throughput | ≥ 95% dari throughput maksimum referensi |
Untuk memastikan telematics box aman dan sesuai dengan regulasi di atas, setiap perangkat perlu melalui pengujian teknis. Proses ini biasanya akan dilakukan di laboratorium yang sudah diakui secara resmi oleh DJID.
Supaya pengujiannya berjalan lancar, pihak produsen, distributor, atau importir wajib menyiapkan sampel telematics box yang akan diuji, lengkap dengan dokumen teknisnya. Semua data ini akan diperiksa untuk memastikan alat tidak menyalahi aturan terkait pita frekuensi, daya pancar, dan aspek teknis lainnya.
Kalau hasilnya lulus, maka alat tersebut akan memperoleh LHU (Laporan Hasil Uji). Nah, LHU ini adalah tiket utama untuk mengajukan sertifikat resmi ke DJID.
Bagi yang belum terbiasa dengan proses ini, pengurusan sertifikasi DJID memang bisa terasa cukup teknis dan memakan waktu. Tapi saat ini, sudah tersedia layanan jasa sertifikasi DJID yang bisa membantu dari awal hingga akhir, mulai dari menyiapkan dokumen, mengatur pengiriman sampel, sampai perangkat dinyatakan sah dan bersertifikat.
Dengan bantuan layanan ini, Anda tak perlu lagi repot mengurus semuanya sendiri. Cukup serahkan pada tim yang berpengalaman, dan Anda bisa fokus menjalankan bisnis tanpa khawatir soal legalitas perangkat. <UN>
FAQ
Berikut pertanyaan umum seputar alat ini:
Apa itu telematics box dan fungsinya?
Telematics box adalah perangkat elektronik yang dipasang di kendaraan untuk melacak, merekam, dan mengirim data seperti lokasi, kecepatan, serta perilaku pengemudi. Fungsinya sangat penting dalam manajemen armada, keamanan, efisiensi bahan bakar, dan klaim asuransi.
Apakah penggunaan telematics box di Indonesia diatur oleh pemerintah?
Karena perangkat ini menggunakan jaringan seluler seperti GSM, WCDMA, atau LTE, penggunaannya wajib mengikuti regulasi teknis dari KOMDIGI, khususnya melalui PERDIRJEN SDPPI No. 5 Tahun 2019.
Apa saja persyaratan teknis yang harus dipenuhi telematics box?
Beberapa syarat utama meliputi kepemilikan IMEI, batas paparan radiasi (SAR), kompatibilitas elektromagnetik (EMC), keselamatan listrik, serta spesifikasi frekuensi dan daya pancar untuk jaringan GSM, WCDMA, dan LTE.


















Leave a Comment