Buat sebagian orang, gaming controller itu mungkin cuma alat pelengkap. Tapi buat gamer yang udah terbiasa main serius, controller tuh kayak bagian dari tubuh sendiri. Rasanya enggak lengkap aja kalau main game tapi enggak pegang controller yang pas dan nyaman. Nah, di sini kita bakal ngobrolin soal controller secara lengkap, mulai dari jenis-jenisnya, teknologinya, sampai regulasi resminya di Indonesia. Yuk, simak bareng!
Daftar isi
Apa itu Gaming Controller?

Gaming controller adalah alat yang dipakai buat mengontrol game secara fisik. Mulai dari gerakin karakter, nembak musuh, sampai loncat-loncat, semuanya bisa dilakukan lewat controller. Dibanding pakai keyboard atau layar sentuh, controller seringkali terasa lebih praktis dan natural buat sebagian pemain, terutama yang udah biasa main di konsol.
Jenis-Jenis
Enggak semua controller itu sama, lho. Berikut beberapa tipe yang sering dipakai:
- Wired controller: Disambung langsung lewat kabel USB. Koneksi stabil, enggak pakai delay. Tapi, ya, ruang geraknya jadi terbatas.
- Wireless controller: Bisa pakai Bluetooth atau 2.4GHz wireless. Lebih bebas gerak, tapi kadang bisa terganggu sinyal kalau lingkungan terlalu ramai dengan perangkat telekomunikasi atau elektronik lain.
- Mobile controller: Dirancang khusus buat main di handphone. Ada yang pakai Bluetooth, ada juga yang nyolok langsung ke port HP.
- PC controller: Biasanya mendukung berbagai game di Windows, bisa wired atau wireless.
- Console controller: Ini khusus buat konsol kayak PlayStation, Xbox, atau Nintendo Switch. Biasanya udah didesain optimal buat sistemnya masing-masing.
Bahas Sejarahnya Dikit, Yuk
Dulu banget, game dikontrol pakai joystick sederhana, kayak yang ada di Atari. Terus Nintendo datang dengan D-pad yang revolusioner, lalu era PlayStation ngenalin dual analog dan getaran. Sekarang? Controller makin futuristik. Ada yang punya sensor gerak, touchpad, sampai adaptive trigger yang bisa berubah-ubah tekanan. Dunia gaming emang makin berkembang, dan gaming controller ikut berevolusi.
Teknologi dan Konektivitas

Banyak orang suka bingung: Controller wireless itu bedanya apa sih antara Bluetooth dan 2.4GHz wireless?
Bluetooth itu teknologi nirkabel yang umum dipakai di berbagai perangkat, dari handphone, laptop, sampai smart TV. Anda enggak perlu dongle tambahan, tinggal pairing aja dan langsung connect. Tapi karena banyak perangkat lain juga pakai frekuensi yang sama, kadang koneksinya suka bentrok.
Di sisi lain, ada juga 2.4GHz wireless proprietary. Biasanya butuh dongle USB khusus. Teknologi ini dibuat eksklusif buat satu perangkat dan satu receiver aja, jadi koneksinya lebih cepat dan stabil. Ini sering jadi pilihan utama buat gamer kompetitif yang butuh respons secepat kilat.
Cara Kerja
Bluetooth dan wireless 2.4GHz sebenarnya sama-sama jalan di pita frekuensi 2.4GHz. Tapi cara kerjanya beda.
Bluetooth pakai metode yang namanya frequency hopping, di mana dia pindah-pindah saluran buat ngehindar dari gangguan sinyal. Sementara 2.4GHz wireless yang pakai dongle, umumnya lebih fokus dan enggak “berbagi frekuensi” dengan perangkat lain.
Oh iya, jangan salah paham ya, istilah “Bluetooth 2.4GHz” bukan berarti dua jenis koneksi. Itu cuma nunjukin kalau Bluetooth beroperasi di pita 2.4GHz. Tapi dia beda banget dari “2.4GHz wireless” yang pakai dongle.
Kelebihan dan kekurangannya
| Koneksi | Kelebihan | Kekurangan |
| Bluetooth | Praktis, karena bisa konek ke banyak device | Kadang delay dan bisa terganggu sinyal lain |
| 2.4 GHz wireless | Latensi rendah dan sinyal lebih stabil | Harus menggunakan dongle dan enggak se-universal Bluetooth |
Regulasi di Indonesia

Kalau Anda pakai atau mau jual gaming controller yang pakai Bluetooth atau koneksi wireless 2.4GHz, ada satu hal penting yang sering luput, yaitu perangkat ini bukan sekadar alat main biasa. Karena menggunakan spektrum frekuensi radio, controller kayak gini masuk kategori Short Range Device (SRD) dan wajib mengikuti aturan resmi dari pemerintah Indonesia.
Aturannya tertulis jelas dalam Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika (KEPMEN KOMINFO) Nomor 260 Tahun 2024 tentang Standar Teknis Short Range Devices (SRD).
Secara garis besar, controller yang menggunakan fitur Bluetooth atau koneksi 2.4GHz proprietary (yang biasanya pakai dongle) harus:
- Mematuhi batas daya pancar maksimum
- Lulus uji emisi radio dan emisi palsu
- Antena harus built-in alias menyatu dengan bodi
- Dilarang keras pakai alat penguat sinyal (booster)
- Harus lolos uji keselamatan listrik dan EMC (Electromagnetic Compatibility)
Nah, biar bisa dijual dan digunakan secara resmi di Indonesia, controller wireless wajib punya sertifikat dari DJID. Proses sertifikasi ini diajukan oleh produsen, distributor, atau pemegang merek, dan diuji oleh laboratorium yang diakui pemerintah. Setelah lolos uji, produsen atau pemilik merek akan mendapatkan Laporan Hasil Uji (LHU) yang menjadi syarat mengajukan sertifikat DJID.
Kalau Anda merasa prosesnya terasa ribet, tenang aja, Anda bisa memakai jasa sertifikasi DJID profesional yang sudah terbiasa mengurus dokumen serta proses seperti ini. Jadi, Anda tinggal duduk manis dan semuanya akan di-handle hingga beres. <UN>
FAQ
Berikut pertanyaan umum seputar gaming controller:
Apakah semua gaming controller wajib disertifikasi di Indonesia?
Yang wajib disertifikasi adalah controller yang pakai koneksi nirkabel seperti Bluetooth atau wireless 2.4GHz karena termasuk perangkat Short Range Device (SRD).
Apa perbedaan Bluetooth dan wireless 2.4GHz pada controller?
Bluetooth adalah koneksi nirkabel standar yang enggak butuh dongle tambahan. Sementara wireless 2.4GHz proprietary biasanya pakai dongle USB khusus dan punya koneksi yang lebih stabil dan cepat.
Apa risiko kalau beli controller dari luar negeri tanpa sertifikat DJID?
Barang bisa ditahan di bea cukai atau dianggap ilegal jika tidak punya label sertifikasi resmi dari DJID.
Siapa yang harus mengurus sertifikasi controller wireless di Indonesia?
Biasanya produsen, distributor, atau pemegang merek yang mengurusnya. Prosesnya dimulai dari pengujian di laboratorium hingga mendapat Laporan Hasil Uji (LHU), lalu diajukan ke Direktorat Jenderal Infrastruktur Digital (DJID).


















Leave a Comment