Kalau Anda tinggal di daerah yang susah sinyal atau enggak tersentuh jaringan kabel optik, nama Starlink mungkin terdengar seperti harapan baru. Setelah sukses di berbagai negara, termasuk Amerika Serikat, layanan internet satelit milik SpaceX ini akhirnya resmi hadir di Indonesia, dimulai dari Bali, 19 Mei 2024 lalu.
Tapi sebenarnya, apa sih Starlink itu? Gimana cara kerjanya? Dan, bolehkah kita langsung pasang begitu saja di rumah? Yuk, kita kupas satu per satu.
Daftar isi
Apa itu Starlink?

Starlink adalah layanan internet berbasis satelit yang dikembangkan oleh SpaceX, perusahaan luar angkasa milik Elon Musk. Misinya sederhana tapi berdampak besar, yaitu membawa internet cepat ke seluruh dunia, bahkan ke daerah-daerah yang sebelumnya nyaris mustahil dijangkau.
Alih-alih pakai kabel atau menara BTS seperti internet biasa, perangkat ini bekerja lewat ratusan bahkan ribuan satelit kecil yang mengorbit rendah di atas permukaan bumi, disebut LEO (Low Earth Orbit). Jaraknya cuma sekitar 500 km dari bumi, jauh lebih dekat dibanding satelit konvensional yang ada di orbit geostasioner (sekitar 35.000 km).
Hasilnya? Koneksi lebih cepat, latensi lebih rendah, dan jangkauan lebih luas. Cocok banget buat video call, streaming, main game online, sampai kerja remote dari pelosok.
Cara Kerja
Sistem perangkat ini punya tiga komponen utama, yaitu:
- Satelit LEO yang terus bergerak mengelilingi bumi
- Stasiun bumi (gateway) yang terhubung ke internet global
- Perangkat pengguna (user terminal), biasanya berupa antena parabola (dish), modem, dan router
Cara kerjanya seperti jembatan nirkabel, yaitu data dari laptop Anda dikirim ke dish Starlink, lalu ke satelit, dan diteruskan ke gateway terdekat. Sebaliknya, data dari internet juga dikirim balik lewat jalur yang sama.
Karena satelitnya berada di orbit rendah, proses pengiriman data ini jadi lebih cepat dibanding layanan satelit biasa.
Kelebihan dan Kekurangan

Kelebihan
- Latensi rendah
Perangkat ini rata-rata punya latensi sekitar 27 milidetik, jauh lebih cepat dibanding satelit biasa yang bisa tembus 400+ milidetik. Artinya, lebih responsif buat main game atau Zoom-an. - Kecepatan tinggi
Uji coba terakhir menunjukkan kecepatan download bisa tembus 222 Mbps, dan upload hingga 24 Mbps. Nonton Netflix 4K? Lancar. Kirim file besar? Gampang. - Bisa dipakai di mana saja
Karena enggak butuh jaringan kabel, Perangkat ini cocok buat daerah terpencil, pulau kecil, atau bahkan perahu di tengah laut sekalipun. - Instalasi praktis
Perangkat ini bisa Anda pasang sendiri. Dalam satu paket, Anda dapat dish, router, kabel, dan buku panduan. Pemasangannya cuma butuh waktu sekitar 30 menit.
Kekurangan
- Harga perangkat masih mahal
Biaya awal pembelian perangkat bisa jadi cukup tinggi buat sebagian orang. - Terpengaruh cuaca
Saat hujan deras atau badai, sinyal bisa sedikit terganggu. Tapi sejauh ini masih bisa digunakan. - Tetap perlu ikuti regulasi di Indonesia
Anda enggak bisa asal beli dan pasang. Perangkat ini wajib disertifikasi dulu biar legal digunakan di sini.
Pasar di Indonesia
Hadirnya perangkat ini di Indonesia jadi kabar baik, khususnya buat daerah-daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal) yang belum tersentuh internet kabel atau seluler. Bayangkan sekolah di pelosok bisa video call bareng guru, atau UMKM di desa bisa terhubung dengan pasar global, semuanya lebih mungkin dengan peragkat ini.
Pemerintah juga melihat ini sebagai salah satu solusi untuk pemerataan digital. Tapi tentu saja, tetap harus dalam koridor hukum dan teknis yang berlaku.
Regulasi di Indonesia

Sama seperti perangkat telekomunikasi lainnya, alat dan perangkat Starlink harus lolos uji dan sertifikasi dari pemerintah sebelum boleh digunakan. Tujuannya jelas, supaya perangkat tidak mengganggu spektrum frekuensi, bisa berfungsi dengan optimal, dan aman digunakan oleh masyarakat.
Di Indonesia, ketentuan teknis ini diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi (PERDIRJEN POSTEL) Nomor 101 Tahun 2007, yang berlaku untuk alat dan/atau perangkat stasiun bumi satelit. Regulasi ini tidak hanya untuk Starlink, tapi untuk semua perangkat sejenis yang digunakan dalam komunikasi dari/ke satelit.
Berikut parameter teknis yang diatur dalam regulasi tersebut.
Persyaratan umum
Perangkat yang dimaksud stasiun bumi satelit meliputi:
- Antena parabola
- Modem
- Amplifier
- Converter
Persyaratan teknis
| Komponen | Parameter | Nilai/Standar |
| High Power Amplifier (tipe SSPA, TWTA, Klystron) | Frekuensi kerja | C dan Ku-Band |
| Gain stability | ≤ ±1 dB (SSPA) atau ≤ ±0,25 dB (TWTA/Klystron) pada suhu 0–50°C | |
| VSWR input/output | Maksimal 1,3:1 | |
| Output harmonik | ≤ -60 dBc | |
| Spurious | ≤ -65 dBc | |
| Phase noise | Rendah di berbagai offset frekuensi | |
| Group delay | Perubahan minimal | |
| Low Noise Amplifier | Frekuensi kerja | C dan Ku-Band |
| VSWR | Maksimal 1,3:1 | |
| Noise temperature | ≤ 45 K (C-Band), ≤ 100 K (Ku-Band) | |
| Gain flatness | ≤ ±0,2 dB per 40 MHz | |
| Upconverter | Frekuensi kerja | C dan Ku-Band |
| Return loss input/output | ≥ 20 dB | |
| Noise figure | ≤ 15 dB | |
| Spurious | ≤ -80 dBm (tanpa carrier), ≤ -60 dBm (dengan carrier) | |
| Gain stability | ≤ ±1 dB (0–50°C), ≤ ±0,25 dB (24 jam) | |
| AM/PM conversion | ≤ 0,1°/dB | |
| Downconverter | Frekuensi kerja | C dan Ku-Band |
| Return loss input/output | ≥ 20 dB | |
| Noise figure | ≤ 15 dB | |
| Gain stability | ≤ ±1 dB (0–50°C), ≤ ±0,25 dB (24 jam) | |
| AM/PM conversion | ≤ 0,1°/dB | |
| Antena | Gain | Mengacu ITU-R S.524-5 |
| Polarisasi | Circular (LHCP/RHCP) isolasi ≥ 27,3 dB, atau linear isolasi ≥ 30 dB | |
| Cakupan pointing | Azimuth 360°, elevasi 0°–90° | |
| Modem | Interface | G.703, RS-232, Ethernet (standar internasional) |
| Frekuensi IF | 52–88 MHz / 104–176 MHz / 950–1750 MHz | |
| Data rate | n x 64 Kbps | |
| Modulasi | PSK atau QAM | |
| Suhu operasi & kelembapan | -10°C s/d 60°C, kelembapan 95% (non-kondensasi) |
Untuk proses pengujiannya akan dilakukan di laboratorium resmi yang sudah memperoleh pengakuan dari DJID. Maka dari itu, baik produsen, importir, maupun distributor, wajib menyiapkan sampel untuk dilakukan pengujian.
Kalau semuanya lolos, maka perangkat itu akan mendapatkan Laporan Hasil Uji (LHU).
Nah, LHU inilah yang nantinya jadi syarat utama buat lanjut ke tahap pengajuan sertifikasi DJID. Setelah sertifikasi terbit, barulah perangkat Starlink boleh digunakan dan diperjualbelikan secara resmi di Indonesia.
Kalau dilihat sekilas, prosesnya memang tampak panjang dan cukup teknis, apalagi kalau ini pengalaman pertama Anda mengurus perizinan perangkat. Tapi tenang, sekarang sudah tersedia layanan jasa sertifikasi DJID yang bisa membantu mulai dari persiapan dokumen, pengujian di laboratorium, sampai terbitnya sertifikat dan pelabelan perangkat, semuanya bisa dibantu dari A sampai Z. <UN>
FAQ
Berikut pertanyaan umum seputar perangkat ini:
Apa itu Starlink dan siapa pengembangnya?
Starlink adalah layanan internet berbasis satelit milik SpaceX, perusahaan luar angkasa yang didirikan oleh Elon Musk. Layanan ini dirancang untuk menyediakan koneksi internet berkecepatan tinggi ke seluruh dunia, termasuk wilayah terpencil.
Apakah Starlink bisa digunakan di seluruh wilayah Indonesia?
Secara teknis bisa, karena Starlink tidak bergantung pada jaringan kabel. Selama area tersebut memiliki langit terbuka dan perangkat pengguna tersedia, layanan Starlink dapat digunakan bahkan di pelosok.
Apakah perangkat Starlink perlu disertifikasi di Indonesia?
Ya. Semua perangkat Starlink yang digunakan di Indonesia wajib lolos uji teknis dan sertifikasi dari DJID (Direktorat Jenderal Infrastruktur Digital), sesuai Perdirjen POSTEL No. 101 Tahun 2007.










Leave a Comment